Hello gengs. Alhamdulillah, saya
berkesempatan untuk meneruskan tongkat estafet Blog Tour novel Broken Vow yang
sebelumnya telah diselenggarakan di Lady Book's Notes. Yes, kali ini
saya menjadi Host Blog Tour dari buku terbaru terbitan Stiletto Book yang
berjudul Broken Vow karya Yuris Afrizal. Yuk simak review saya tentang novel
Broken Vow ini dan ikuti Giveaway berhadiah novel Broken Vow untuk 2 orang yang
beruntung!! J
***
Judul : Broken Vow
Penulis : Yuris Afrizal
Penerbit : Stiletto Book
Tahun Terbit : 2015
Halaman : 270
Sinopsis :
AMARA, dia punya segalanya.
Kecantikan yang sempurna dan kehidupan pernikahan yang diimpikan setiap
perempuan. Sudah enam tahun menikah dengan Nathan Adiwinata, seorang Arsitek
yang juga anak konglomerat. Namun, hanya kisah Cinderella yang berakhir happily
ever after, karena ternyata mencintai saja tidak cukup, dan menjadi sempurna
pun tidak cukup.
It’s not easy ya, ternyata. Selain harus mengurus anak, mengatur rumah, aku juga harus selalu tampil sempurna. Dan ternyata itu semua tidak cukup. Aku harus berusaha lebih keras lagi, dan rasanya semakin hari semakin sulit – Hlm 78
NADYA, memiliki karier yang
cemerlang. Menikah dengan sahabatnya yang bernama Dion di usia 30 hanya untuk
menghindari pertanyaan-pertanyaan yang selalu mengganggunya. Baginya, keinginan
dan harapan kadang berbenturan dengan realitas yang ada. Lalu, bagaimana Nadya
bisa mencintai Dion jika ia saja tidak bisa terlepas dari bayang-bayang orang
di masa lalunya?
Kenapa kita harus menikah? Kenapa menjadi perempuan single di usia tiga puluhan itu harus menakutkan? – Hlm 1
IRENA, si superwoman. Berkarier
dan menjadi ibu rumah tangga sekaligus. Potret keluarga bahagia yang
sesungguhnya. Menikah muda dengan Mas Juna, sosok pria idaman yang menurut
Nadya dan Amara adalah sosok yang sangat perhatian dan family man. Namun, siapa yang mengira jalan hidup Irena akan
menikung tajam setelah sembilan tahun membina rumah tangga bersama Mas Juna?
Aku bekerja untuk jaga-jaga. Aku menyebutnya ‘prepare for the worst’. Tapi ya itu tadi, konsekuensinya aku harus ekstra kerja keras. Letih dan capek harus bisa aku abaikan. – Hlm 30
***
Oh, come on. Kita tidak akan menyakiti orang yang kita cintai, kan? Atau malah sebaliknya? Karena cinta, kita bisa seenaknya pada orang yang kita cintai? – Hlm 135
Novel dengan tebal 270 halaman
dan label ‘Novel Dewasa’ ini menghadirkan cerita lika-liku kehidupan pernikahan
tiga sahabat, yaitu Amara, Nadya dan Irena. Diceritakan menggunakan sudut
pandang orang pertama dari masing-masing karakter membuat pembaca akan ikut
terhanyut dengan drama kehidupan Amara, Nadya dan Irena. Pembaca akan
disodorkan konflik bahkan dari halaman-halaman awal. Konflik rumah tangga yang
tidak sederhana, konflik rumah tangga yang—sungguh—menguras hati dan pikiran. Konflik
rumah tangga yang mereka usahakan sembunyikan rapat-rapat dari orang lain,
bahkan dengan sahabat mereka sendiri. Broken Vow akan memperlihatkan kepada
pembaca bagaimana tiga tokoh utama wanita ini menyikapi konflik rumah tangga
mereka, pilihannya hanya dua : Bertahan atau Menyerah?
Penulis menciptakan karakter
Amara, Nadya dan Irena dengan sifat khasnya masing-masing. Amara yang bersahaja
dengan segala keanggunannya, Nadya dengan sifat ceria namun rapuh, dan Irena si
superwoman yang emosinya gampang meluap-luap. Di antara tiga sahabat ini, saya
paling suka dengan Nadya dengan segala lika-liku kehidupan rumah tangganya. Oh,
I must say, dibanding konflik Amara dan Irena, konflik Nadya memang terlihat sedikit lebih mendingan sih, sedikit! Konflik rumah tangga Amara dan Irena akan membuat
pembaca (mungkin) benci dengan sosok Nathan dan Juna selaku pasangan hidup
Amara dan Irena. Nah, kalau sosok Dion—suami Nadya—kebalikannya, pasti akan
membuat pembaca jatuh cinta dengan segala ketulusannya! :)
“Nad, bohong kalau aku berkata aku tidak bahagia. Aku bahagia memilikimu. Walau hanya dalam status… dan itu semu. Mungkin aku laki-laki paling bodoh dan paling egois di dunia ini, memaksakan diri menikahi perempuan yang tidak mencintaiku” – Hlm 141
Menurut saya, penulis
mengeksekusi konflik Amara, Nadya dan Irena dengan baik sesuai dengan tagline
novel ini : Tiga sahabat, Tiga pernikahan, Tiga luka. Tiga sahabat dengan sifat
yang berbeda, Tiga pernikahan dengan lika-liku rumah tangga yang tak pernah
diduga. Tiga luka dengan satu penyebab yang sama, Cinta.
Tidak hanya konflik rumah tangga
saja yang muncul dalam novel ini, jalinan persahabatan Amara, Nadya dan Irena pun
akan diuji di tengah konflik rumah tangga masing-masing yang muncul silih
berganti. Ya, tiga sahabat ini harus menerima ada yang berubah di persahabatan
mereka, mereka saling menjauh satu sama lain karena pertengkaran yang dipicu
emosi sesaat. Bahkan mereka tidak tau apa yang terjadi satu sama lain, tidak
tau masalah apa yang terjadi satu sama lain. Apakah persahabatan yang telah
terjalin itu dapat tetap bertahan? Sanggupkah mereka memainkan peran sebagai
sahabat yang tidak hanya ada di saat suka saja, tapi ada di saat duka?
“Elo yang enggak tahu apa-apa, Irena! Lo menganggap hidup lo yang paling menderita. Gue enggak perlu mengumbar kesedihan gue ke semua orang. Enggak perlu seluruh dunia tahu hidup gue seperti apa, Ren!” – Hlm 137
Kami menghindar satu sama lain, sibuk dengan urusan dan masalah sendiri-sendiri. – Hlm 210
Perasaan sebel, gemes, iba,
benci, terharu hingga tersenyum mungkin akan kalian alami saat membaca Broken
Vow. Emosi kita akan diaduk-aduk ketika membaca novel ini. Di Broken Vow,
pembaca bisa terhanyut merasakan masa-masa jatuh cinta Nadya, gimana sabarnya
Amara bertahan, dan merasa sedih dan iba dengan tekanan fisik juga batin yang
dirasakan Irena si superwoman.
Untuk apa aku bertahan kalau dia sudah tidak menginginkanku lagi? Dia menghancurkan hatiku, menghancurkan impian pernikahan kami. – Hal 168
Jujur, saya suka cara penulis
menceritakan kisah Amara, Nadya dan Irena. Walaupun diceritakan bergantian
antara karakter satu dengan karakter lainnya, pembaca tetap dapat menikmati
kisah tiga tokoh dan segala lika-likunya dengan baik. Alur ceritanya
benar-benar rapi dan tersusun dengan baik. Penulis dapat membagi porsi Amara,
Nadya dan Irena dengan adil dan tidak ada yang mendominasi. Dengan setting
Jakarta, Bahasa yang digunakan dalam narasi dan dialog pun terlihat luwes,
tidak kaku.
Lalu bagaimana penulis
mengeksekusi ending novel yang alur ceritanya dari awal tengah akhir adalah
konflik yang terus menguat? Happy ending-kah? Sad ending-kah? Apakah Amara, Nadya
dan Irena akan bertahan menghadapi konflik rumah tangga masing-masing atau
malah menyerah? Hmm… Baca sendiri deh. Saya ngga mau spoiler ah, hehe. Yang
jelas ending novel ini memang ending terbaik yang pantas didapatkan oleh Amara,
Nadya dan Irena. :D
Thumbs up for Mba Yuris Afrizal
;)
Memaafkannya mungkin aku bisa, tapi untuk percaya padanya lagi itu sulit, mengingat banyak hal yang dia sembunyikan dariku – hlm 147
***
Ada 2 (dua) novel Broken Vow gratis persembahan Stiletto Book untuk kamu dan kamu yang beruntung. Mau? Mau? Yuk langsung disimak ya syaratnya :
1. Peserta tinggal di Indonesia
2. Peserta wajib follow
blog ini
3. Wajib follow twitter @Stiletto_Book
dan @d_nurr,
4. Like Fanpage Stiletto Book
5. Share giveaway blog tour ini via twitter, dengan mention @Stiletto_Book dan @d_nurr, dan gunakan
hastag #BrokenVow
6. Jawab pertanyaan di kolom komentar postingan ini, plus NAMA,
AKUN TWITTER dan KOTA TINGGAL yaa^^
Hidup adalah pilihan. Sama seperti Amara, Nadya dan Irena yang berada di antara dua pilihan dalam menghadapi konflik rumah tangga mereka, Bertahan atau Menyerah.Pertanyaannya : Setiap orang pasti pernah terjebak di antara dua pilihan. Yuk ceritakan satu momen dalam hidupmu ketika kamu terjebak di antara dua pilihan, dan pilihan apa yang kamu ambil?
Gampang kan pertanyaannya? Yuk dijawab
sekreatif mungkin, sebebas-bebasnya.. :)
Giveaway #BrokenVow berlangsung
dari tanggal 24-29 Semptember 2015. Pengumuman pemenang
tanggal 30 September 2015 pukul 12:00
Selamat menjawab dan Good luck
gaissss! :))
Nama : Agatha Vonilia Marcellina
BalasHapusAkun twitter : @Agatha_AVM
Domisili : Jember
Yuk ceritakan satu momen dalam hidupmu ketika kamu terjebak di antara dua pilihan, dan pilihan apa yang kamu ambil?
Momen dalam kehidupanku saat harus menghadapi 2 pilihan berbuah penyesalan. Waktu itu, aku masih mengajar di sebuah TK swasta dan juga berkuliah. Selama 1 setengah tahun aku mengajar, aku sudah mencintai anak-anak. Aku tidak masalah dengan gaji. Aku hanya ingin melihat anak-anak yang aku ajar berhasil dan tersenyum bahagia. Banyak sekali pengalaman dan suka-duka saat mengajar. Aku pikir tidak semudah itu mengajar mereka. Perlu ketelatenan luar biasa terutama bagi anak yang menderita autis. Aku bahagia. Tapi, masalah datang menjelang memasuki tahun kedua, papa marah karena aku tidak menyelesaikan skripsiku. Padahal aku semakin mendekati masa DO, papa pun mengharuskan aku menyelesaikan skripsi. Akhirnya, 3 bulan masa paling kelam menurutku. Aku memilih skripsi dan resign mengajar. Penyesalan tiada akhir hingga sekarang serta rasa kangen dengan mereka sedikit terpuaskan dengan melihat mereka dalam sebuah bingkai kaca. Tidak ada lagi gelak tawa, bikin jengkel dan kelakuan lucu mereka. Sekarang yang ada hanya tumpukan kertas, buku kuliah dan laptop yang menemaniku. Aku kangen murid-muridku. Pengalaman dan kebersamaan dengan mereka tidak akan pernah kulupakan seumur hidupku.
Nama: Safitri Ariyanti
BalasHapusTwitter: @safitriariyanti
Kota Tinggal: Kota Metro, Lampung
Jawaban: Ketika aku harus memilih apakah aku harus merelakan impian untuk kuliah di universitas dan program studi yang aku inginkan kemudian mengikuti saran keluargaku untuk kuliah di tempat yang mereka mampu biayai atau berhenti sampai lulus SMA saja. Akhirnya, aku memilih untuk mengikuti saran keluargaku dengan tetap melanjutkan studiku meski bukan di tempat yang aku mau. Alasannya, aku masih ingin melanjutkan studiku setidaknya sampai lulus S1, karena setiap kali aku membaca lowongan pekerjaan yang menarik minatku selalu disyaratkan untuk lulusan D3 atau S1. Awalnya aku menangis terus-menerus karena tak bisa masuk ke universitas yang aku mau dan menjalaninya dengan berat hati. Tapi sekarang, hikmah yang aku dapat adalah aku mengenal lebih dalam agamaku dan pikiranku terbuka bahwa bukan dimana aku belajar dan lulus darimana diriku, tapi bagaimana usahaku untuk menjadi orang yang berkualitas meski bukan dari universitas yang berkelas.
Nama :Dini Auliana Putri
BalasHapusTwitter :@Dini_AP28
Kota tinggal :Kota Metro, Lampung
2 pilihan itu muncul saat aku lulus SMA. Saat itu mimpi terbesarku adalah ingin kuliah dan mengambil prodi sastra Indonesia. Tapi kedua orangtua ku tidak menghendakinya. Mereka ingin aku berkuliah dijurusan yg berhubungan dengan komputer. Ah, sebal sekali rasanya. Setiap hari aku memang menggunakan laptop, tapi untuk berkuliah di jurusan komputer? Oh tidak.. Lalu kedua orangtua ku memberikan 2 pilihan, yg pertama:aku harus mondok, atau yg kedua:kuliah dijurusan komputer. Aku mendengus kesal saat itu, 2 pilihan itu tidak ada yg aku inginkan. Setelah itu aku berdiam diri, mengunci mulut dan menghindar dari kedua orangtua ku. Aku melaksanakan sholat istikharah, berdoa dan memohon kepada Allah supaya ditunjukkan pada pilihan yg tepat. Beberapa hari selanjutnya, tiba -tiba aku kefikiran untuk mondok. Hal yg belum pernah terfikir sebelumnya. Lalu aku mengutarakan keinginanku untuk mondok pada kedua orangtua ku. Spontan saja mereka bahagia dan menitikkan air mata. Aku bergumam, "Sebegitu senangkah mereka?."
Begitulah ceritanya, hingga akhirnya aku mondok di salah satu ponpes yg berada di Jakarta Timur. Awalnya memang sulit beradaptasi, harus mandiri karena jauh dari orangtua. Tapi sekarang, aku merasakan indahnya berada dipondok. Selalu beribadah dan merasa dekat dengan Allah. Aku ingat sekali dengan perkataan guruku, "Ketika kamu menekuni urusan akhirat, maka urusan dunia akan mengikuti dibelakangmu." Mungkin suatu hari nanti aku bisa mewujudkan impianku menjadi sastrawan atau jika tidak, aku yakin Allah menyiapkan jalan yg lebih baik untukku.
Nama : Nova Indah Putri Lubis
BalasHapusTwitter : @n0v4ip
Domisili : Medan
Pernah suatu hari saya ditawari untuk bekerja di perusahaan B yang lebih bonafit dari tempat bekerja saya yg lama, pada umumnya semua orang pasti akan langsung mempertimbangkan nya namun ntah mengapa saat itu saya langsung menolak. Alasannya karena saya terlalu mencintai pekerjaan saya saat itu, dan saya juga berharap banyak bahwa perusahaan tempat saya bekerja saat itu bisa maju dan berkembang. Jadi saya tetap bertahan dan berusaha untuk ikut memajukan perusahaan.
Nah, suatu hari perusahaan tempat saya bekerja terancam collapse alias bangkrut dan disaat yg bersamaan tawaran dari perusahaan B datang lagi.
Saat itu saya tidak langsung menolak namun tidak langsung menerima.
Disatu sisi saya tidak tega untuk meninggalkan perusahaan tempat saya bekerja dalam keadaan yang genting seperti itu dan saya masih berkeyakinan kalau perusahaan mampu melewatinya, namun disisi lain sebenarnya saya juga khawatir dengan nasib saya kedepannya. Kedua pilihan itu benar2 sulit dan menguras otak saya saat itu.
Dan akhirnya setelah beberapa bulan berpikir dan merenung, akhirnya saya memilih untuk menerima tawaran dari perusahaan B. Saat itu saya langsung mengajukan lamaran dan yang paling mengejutkan dan menyakitkan adalah disaat yang bersamaan perusahaan tempat saya bekerja juga mendepak saya secara sepihak tanpa alasan yg jelas. :(
Pada saat itu, saya sangat bersyukur dalam hati krn sudah menerima tawaran perusahaan B tsb. Dengan begitu meski sudah di phk secara sepihak, saya tidak perlu khawatir menganggur karena sudah ada pekerjaan baru yang menanti saya... :)
Terima Kasih sudah membaca cerita saya ^^
Nama : Eka Sulistiana
BalasHapusTwitter : @ekasulistiana24
Kota Tinggal : Palembang
Jawaban :
Ada satu momen dalam hidupku yang paling membuat aku dilema. Aku terjebak diantara dua pilihan. Saat itu, aku baru saja lulus SMA dan berniat melanjutkan pendidikanku ke Perguruan Tinggi. Keinginan besarku adalah menjadi tenaga medis. Dokter, perawat, atau paling tidak seorang sarjana kesehatan masyarakat. Tapi, lain halnya dengan orang tuaku yang meginginkan aku bergelut di dunia perkantoran. Untuk itu, mereka memintaku untuk memilih jurusan Perbankan Syariah. Lagi pula, biaya kuliah di sana lebih mudah dijangkau oleh orang tuaku daripada kuliah di bidang kesehatan.
Alhasil, aku berhasil lulus di jurusan keperawatan di salah satu politeknik kesehatan di Palembang, dan juga lulus di jurusan Perbankan Syariah. Tentu, aku memilih keperawatan. Bertolak belakang dengan orang tuaku yang memilih perbankan syariah karena memang mereka hanya sanggup merogoh kocek untuk biaya kuliah di jurusan perbankan syariah, bukan keperawatan. Akhirnya, aku dihujani pertanyaan. Aku disuruh memilih dua pilihan, kuliah di jurusan perbankan syariah, atau tidak sama sekali.
Baiklah, demi masa depanku, demi meringankan beban orang tuaku, dan demi ridho dari mereka, aku mengiyakan. Aku memilih perbankan syariah sebagai program studi yang akan kupelajari di bangku perkuliahan. Akhirnya, setelah kujalani, hikmah yang awalnya bersembunyi, kian bermunculan. Aku semakin betah menempuh pendidikan di jurusan pilihan orang tuaku ini dan mempunyai tekad untuk memberikan yang terbaik bagi kedua orang tuaku.
Nama: Aya Murning
BalasHapusTwitter: @murniaya
Kota: Palembang
Aku pernah mencintai seorang lelaki. Dia seseorang dari masa lalu. Sudah lama kami tak berjumpa. Pada suatu hari tiba-tiba dia datang lagi bak kawan lama yang merindukan sahabatnya. Dulu kami pernah lebih dari teman. Tahu kan, kalau bertemu lagi dengan orang dari masa lalu terkadang letupan itu masih ada. Ditambah sikap manisnya yang tidak pernah surut jika sedang bersamaku. Apa maksud semua ini?
Aku tak sanggup menghindar terus. Ternyata dia memang punya tujuan lain. Dia melamarku. Ini bukan lamaran resmi. Dia baru bilang kepadaku saja kalau dia ingin menikahiku. Aku bilang,
"Menikahiku itu mudah. Tapi kamu harus bertemu dulu dengan orangtua & keluargaku."
Mendengar itu dia malah terlihat gamang. Bukankah harusnya excited?
Aku pertemukan dia dengan orangtuaku. Bukan pertemuan resmi. Sebatas memberi tahu ini-lho-orangnya pada orangtuaku. Mamaku langsung paham. Setelah calonku pulang, mama bilang,
"Kok dia kayak takut gitu pas ada mama & papa? Dia niat nggak sih? Jujur, mama nggak setuju kamu lanjut sama dia. Mana badannya kurus kerempeng. Apa enaknya dilihat?!"
"What? Nggak setuju cuma karena badannya begitu?"
"Pokoknya nggak setuju. Mama nggak sreg sama dia. Coba kamu tanya ke kakak sulungmu, apa dia setuju?"
Lalu aku menemui istri kakak sulungku untuk menanyakan itu. Mereka pernah bertemu sebelumnya dengan calonku. Aku menemui istrinya karena aku lebih enak cerita kepadanya. Lalu istrinya bilang,
(Lanjutan)
BalasHapus"Dek, sebenarnya kakakmu memintaku mengingatkanmu supaya kamu jangan anggap serius calonmu itu. Kamu tahu kan, kakakmu dulu gimana? Dia pernah 'nakal', pernah juga jadi playboy cap kadal. Sekali lihat saja dia sudah tahu betul gimana perangai asli calonmu."
"Ya, aku tahu calonku pernah begitu. Tapi itu dulu. Sudah lama berlalu. Sekarang dia sudah berubah. Aku yakin!"
"Menurutmu dia berubah. Tapi gestur tubuhnya tidak bisa bohong. Kalau dia serius, dia nggak akan sungkan kenalan sama keluargamu. Kamu ingat gimana dia tadi? Waktu ada orangtuamu, dia malah kayak mau buru-buru pulang. Bahkan pas mau pulang dia tidak (atau lebih tepatnya pura-pura lupa) salaman sama orangtuamu. Yang begitu mau dijadikan suami?"
Dalam hati aku bergumam, "ah... tapi aku terlanjur mencintainya (lagi). Bagaimana ini?"
Sudah jelas ini tidak direstui mama. Lalu aku bisa apa? Di satu sisi, hatiku sudah jatuh padanya. Di sisi lain, aku tidak ingin membantah mama. Di satu sisi, aku yakin dia sudah berubah. Di sisi lain, pengamatan kakakku biasanya tak pernah salah. Jadi, mana yang harus aku percaya?
Di satu sisi aku ingin marah,
"Kalian itu tahu apa? Aku yang kenal dia, aku yang lebih paham bagaimana dia seutuhnya!"
Tapi di sisi lain aku merasa bego sendiri,
"Benarkah penilaian mereka? Benarkah dia masih seperti dulu? Atau mungkin memang aku yang terlalu bodoh karena dibutakan oleh cinta sehingga tidak bisa melihat itu?"
Ya Tuhan... jalan mana yang harus aku tempuh? Menuruti kehendak mama dan saran kakak atau tetap pada pilihan hatiku? Tuhan, aku tidak mau sampai salah langkah. Apalagi untuk urusan menikah yang kuanggap sakral, maunya sekali seumur hidup, dan jadi keluaga samawar. Beri petunjukmu, Tuhan.
Berminggu-minggu aku bimbang. Aku mulai memberi jarak pada calonku. Apalagi kalau mama & kakak tidak suka dengan sesuatu/seseorang, itu jelas tergambar di wajah mereka. Lama-lama aku tidak tahan didiami mama macam orang musuhan. Kebetulan saat itu calonku harus ke luar kota. Ya sudah, ku pikir ini waktu yang tepat untuk break dan memperbaiki komunikasiku dengan mama.
Namun, saat jarak yang berjauhan inilah petunjuk Tuhan muncul. Melalui skenario yang tak kuduga, perlahan Tuhan menguak semua rahasia yang selama ini tidak aku tahu. Tak perlu kusebutkan detailnya. Tapi, aku sangat bersyukur Tuhan menjawab doaku, bersyukur penilaian mama & kakakku tidak salah, bersyukur aku belum/tidak melangkah lebih jauh dengan dia yang ternyata jauh dari bayangan & harapanku, bersyukur Tuhan masih menyayangiku dengan tidak membiarkanku hidup dengan orang yang salah.
Alhamdulillah...
Nama: Didi Syaputra
BalasHapusTwitter: @DiddySyaputra
Kota Tinggal: Tembilahan, Riau
Lagi-lagi masalah pendidikan yang menjadi kendala utama. Mungkin bagi kebanyakan orang juga mengalami hal yang sama denganku. Aku harus milih melanjutkan pendidikan ke Sekolah Umum atau Pondok Pesantren. Memang awalnya sangat susah menentukan pilihan. Karena aku yang biasanya bebas, nggak mungkin banget milih melanjutkan pendidikan ke Pesantren yang udah jelas bakal nggak bisa bebas. Aku juga nggak siap kalau harus pake pakaian yang culunnya luar biasa. Sementara kedua orangtua maksa banget, berharap aku bisa sekolah di sana. Alasannya nggak jauh, ya supaya bisa berguna bagi masyarakat atau setidaknya bagi diri sendiri. Bahkan kalau aku milih Sekolah Umum, mereka bakal ngebiayain sekolahku setengahnya aja, selebihnya ya aku sendiri. Gimana nggak bingung coba? Aku yang biasanya bebas ke sana-sini, mau uang tinggal minta. Eh sekarang malah disuruh ngebiayain sekolah sendiri. Tapi dari situ, aku mulai mikir nggak ada salahnya juga kalau aku sekolah di pesantren. Meskipun harus ninggalin kebiasaan yang udah jadi keseharianku. Yang pasti aku nggak perlu repot mikirin uang buat biaya sekolah. Memang agak ngenes sih alasanku buat sekolah di pesantren. Seharusnya buat `Tholabul Ilmi WaMakaarimal Akhlak,` aku malah buat ngehindarin ngebayar biaya sekolah sendiri.
Sekarang setelah semuanya udah aku jalani. Ternyata pondok pesantren nggak sekatro yang aku kira kok. Aku malah makin betah di sana. Suasananya rame, seru, nggak pernah bosen kayak waktu masih sekolah umum. Kebersamaannya juga dapet banget. Aku makin disiplin setelah sekolah di sana. Nggak kayak biasanya molor mulu. Dan aku nyaman banget pake pakaian muslim ala pesantren, abisnya sering didoain jadi `Pak Haji.` Aamiin. Kedua orangtua juga seneng banget, mereka bahkan nganjurin adik-adikku buat ngelanjutin sekolah ke Pesantren. Intinya, dengan sekolah di pesantren, aku bisa sedikit ngebahagiain mereka. `Ridhollah fi Ridhol Waalidain (Ridho Allah tergantung kepada Ridho kedua orangtua).` Insya Allah dengan mendapatkan ridho dari mereka, hidupku akan selalu mudah. Aamin Insya Allah. Dan berarti pilihanku selama ini sangat tepat dan banyak mendatangkan keberkahan.
Terima kasih! ^-^
Nama : Afika Yulia Sari
BalasHapusTwitter : @afikayulia
Kota tinggal : Jakarta
Pertanyaannya :
Setiap orang pasti pernah terjebak di antara dua pilihan. Yuk ceritakan satu momen dalam hidupmu ketika kamu terjebak di antara dua pilihan, dan pilihan apa yang kamu ambil?
Jawaban :
Aku pernah terjebak diantara dua pilihan. "Persahabatan atau Cinta". Pilihan yang begitu sulit bagiku karena keduanya sama-sama orang yang ku sayang, yang ku cinta, yang berarti dihidup aku. Pada saat itu aku tidak tau harus berbuat apa, bingung, gelisah, galau, itu yang aku rasakan. Mau engga mau aku harus cepat mengambil keputusan ini. Saat itu, keputusan yang ku pilih adalah mempertahankan persahabatan. Hal yang ku pikirkan saat itu adalah sahabat sangat susah dicari, tapi cinta bisa tumbuh kepada siapa dan kapan aja. Disaat yang bersamaan aku melihat wajah sahabatku gembira sedangkan dia kecewa. Seharusnya memang tidak ada yang harus dipilih, tapi karena cinta segitiga itu, membuat aku harus memilih dari keduanya.
Nama : Intan Novriza Kamala Sari
BalasHapusTwitter : @inokari_
Kota tinggal : Kota Bengkulu
Hai kak.
Aku pernah mengambil keputusan sulit mengenai pilihan. Sangat sulit. Karena pilihan itu menentukan seumur hidup perjalanan hidupku.
Cerita singkatnya, aku adalah korban broken home. Papa dan mama bercerai saat aku masih sangat kecil, empat tahun. Aku ikut mama. Karena menurut cerita yang aku dengar, papa yang meninggalkan kami. Tak pernah kembali ke rumah. Masalah sebenarnya, aku tak pernah diberi tau, juga malas mencari tau.
Sejujurnya hidupku baik-baik saja tanpa papa. Secara materi dan kasih sayang, mama full memberikannya untukku. Selain itu, aku tak merasa sepi. Karena sebagai cucu pertama, aku juga mendapatkan kasih sayang berlimpah dari kakek nenek, om, bapak dan ibu -kakak kandung mama.
Sayang dongeng bahagia itu musnah saat mama menikah lagi dan beberapa bulan kemudian .. hamil adik bayi.
Aku marah dan takut. Marah karena mama mengingkari janjinya untuk tidak hamil setelah menikah. Takut kalau kehadiranku hanya akan menjadi perusak kebahagiaan papa baru, mama, dan adik.
Di saat yang penuh kegamangan itu, bapak dan ibu menawarkan rumah diri untuk merawatku. Menawarkan rumah mereka untuk jadi tempat tinggalku. Aku makin gamang. Tawaran yang menggiurkan. Karena bapak dan ibu tidak punya anak. Euforia menjadi anak tunggal SELAMANYA menari-nari di kepalaku.
Akhirnya, aku menyambut tawaran bapak ibu. Dan meninggalkan mama. Sulit pada awalnya. Apalagi mengingat hubunganku dan mama yang sebelumnya sangat akrab. Tapi jika ingat "pengkhianatan" mama, aku merasa keputusanku sudah benar.
Aku menjalani sekian tahun dengan penuh rasa benci. Mencoba beradaptasi dengan karakter bapak ibu yang ternyata tak mudah. Sering berselisih. Sering bersimpangan. Di saat-saat seperti itu, aku sungguh merindukan mama. Tapi aku enggan pulang. Terlebih mama sudah punya dua jagoan kecil.
Hingga, semesta membuat rencananya sendiri untuk kembali membuat aku dekat dengan mama. Aku yang sebelumnya telah bekerja dan semakin jauh dari mama, tiba-tiba dimutasi ke daerah tempat mama tinggal. Jarak yang terpenggal itu, mau tak mau mengikis marah dan benci yang sempat mengendap lama. Dan satu yang baru aku tau, mama tak pernah melupakan aku atau berhenti menyayangiku. Diam-diam, beliau masih memperhatikan kebutuhan dan mengirimiku barang-barang (yang aku tidak tau itu berasal dari mama).
Sekarang hubunganku dengan mama sudah membaik. Hubunganku dengan bapak ibu juga tetap baik. Kabar baiknya, aku seolah mempunyai banyak orangtua xD
Kadang, saat memutuskan sebuah pilihan, kita tak perlu terlalu memusingkan mana pilihan yang lebih baik dari yang baik. Jalani saja. Dengan enjoy & tetap bertanggungjawab dengan apapun pilihan itu. Pada akhirnya, biarkan semesta yang memilihkan takdirnya untukmu.
Nama: Rindang Yuliani
BalasHapusAkun twitter: @Ryu_keren
Kota domisili: Barabai, Kalimantan Selatan
Salah satu momen pilihan yang sulit dalam hidupku adalah ketika aku dihadapkan pada pilihan antara menikah dan kuliah. Sebenarnya saat itu aku sudah kuliah semester terakhir, tinggal merampungkan skripsi. Namun belum bisa wisuda karena terkendala ini itu. Bahasan skripsiku yang lumayan sulit plus dosen pembimbing yang perfeksionis adalah hambatan utama.
Ketika target wisudaku selalu molor, orang tuaku memutuskan untuk tetap memutuskan pernikahanku di bulan yang sudah sejak setahun lalu disepakati. Aku dilema sekali saat itu dan meminta agar acara pernikahanku ditunda namun orang tuaku tidak setuju. Yang ada di pikiranku saat itu adalah aku ingin fokua menyelesaikan skripsiku dulu baru kemudian mempersiapkan pernikahan dengan maksimal. Momen wisuda dan resepsi pernikahan adalah momen penting bagiku, sekali seumur hidup. Bukankah hal yang wajar jika aku ingin total pada keduanya?
Meski pada akhirnya aku tetap mengikuti kehendak orang tua. Dengan bekal keyakinan bahwa ini adalah salah satu caraku berbakti pada mereka, maka aku bersedia untuk cuti selama 2 minggu. Padahal di laboratorium sedang banyak-banyaknya pekerjaan waktu itu. Jarak kota tempat kuliah ke rumah juga tidak dekat.
Alhamdulillah, mungkin karena memang janji Allah setelah menikah progres skripsiku lancar. Meski aku sempat dengan suami selama 1 semester. Rezeki yang lain, mengisi waktu sambil menunggu wisuda pasca sidang skripsi alhamdulillah aku sudah mendapatkan pekerjaan pertamaku.
Kesimpulannya, aku tidak menyesal untuk mengambil keputusan menikah saat kuliah. Keep spirit buat teman-teman yang juga dilema diantara beberapa pilihan.
Nama: Avela Rassya Amirria Poha
BalasHapusu_name twitter: @avelarassya_
Kota tinggal : Bekasi Utara
punya dua pilihan itu ga gampang . susah, bingung, pusing, capek, takut. iya takut, takut salah ngambil keputusan. Dulu saya pernah ada di dua pilihan yang kalau menurut saya sihh membingungkan dan bikin bete banget ada diposisi ini.
jadi ceritanya waktu saya baru putus sama mantan saya gara gara sayaa digado gadoin perasaannua. taukan perasaan yg digadogadoin ? yang dikasi sakit nya banyak, senengnya dikit, diselingkuhin, dibohongin, wihh banyaklah pokonya. saya juga waktu itu putus sama dia karna ketauan pacaran sama bonyok (bokap nyokap) bersyukurlah ketauan trus bisa putus sama cowo br*****k kaya dia. tapi satu yang teraimpan dibenak saya. bukan kenangan atau apa. tapi TRAUMA. baru aja 2 haru putus. ehh ada yang ngebet bgt buat jadi pacar saya ya. tapi beneran deh saya sebenernya suka juga sama nih orang. cobadeh bayangin ada cowok yang suka kamu, rela lakuin apaaja buat kamu, trus dia nganggep kamu segalagalanya bgt. pengen rasanya nerima dia dan main backstreet lagi. tapi kepikiran dosa. gua sihh gatakut sama nyokap atau bokap. gua takutnya sama allah aja. jadi pilihan gua nerima dia dan bisa bahagia (sementara) atau nolak dia dan bisa dapetin kebahagiaan suatu satlat nnt (selamanya). kali milih yg pertama gua ngikutin napsu. kali yang kedua berat juga, soalnya gua hidup di antara orang orang yang bahagia dengan pacarnya(sekarang) . akhirnya gua nolak dia. dan dia benci sama gua, gamau kenal gua lagi. wajarlah dia benci , dia udh nunggu lama bgt dan rela ngelakuin apa aja. tapi nyatanya gua cuman phpin doangg ::( . yaudahlahh
Rini Cipta Rahayu
BalasHapus@rinicipta
Karangasem, Bali
Hidup ini adalah pilihan, aku paham betul dengan kalimat ini. Menurutku, kehidupanku benar-benar baru dimulai ketika menjelang lulus SMA. Tepatnya sih menjelang UN dan menentukan apakah akan mengikuti seleksi PTN atau tidak. Aku memiliki beberapa opsi yang menjadi pilihanku, satunya di PTN Surabaya dan satunya lagi di Malang. Awalnya aku memang tidak berespektasi cukup tinggi akan hasil kelulusannya, tapi aku ttap mengupayakan memilihnya dengan tepat.
Sebenernya ada banyak faktor pertimbangan dua PTN itu kendati jurusan yang ku pilih sama, seperti jumlah kuota, keterjangkauan letaknya, ada tidaknya kenalan sebagai sumber informasi dll. Sayangnya aku sangat susah untuk ambil keputusan, kerjaannya bilang bingung dan galau melulu. Meskipun ortu memberikan gambaran, tapi tetap aaja akulah yang meati memutuskan. Akhirnya, jalan terakhir yang aku lakukan adalah berdoa. Aku memohon petunjuk agar aku bisa menentukan pilihanku.
And trust me, it works! *berasa iklan* Tuhan memberikan beberapa petunjuk melalui kejadian-kejadian sederhana dari orang disekitarku. Menjelang penutupan pendaftaran seleksi itu, aku memilih untuk mengisi pilihan di PTN di Malang. Berkat ijin Tuhan juga, aku ternyata diterima di PTN itu.
Aku sering berandai-andai, jika aku salah menentukan pilihan tentu saja jalan hidupku tidak seperti sekarang. Aku juga mungkin akan mengambil kesempatan orang lain dan menyia-nyiakan kesempatan yang aku dapat. Kini, jika aku merasa bingung menentukan pilihan aku pasti akan berdoa, memohon diberikan petunjuk agar aku tak salah dalam melangkah.
Nama: Aulia
BalasHapusTwitter: @nunaalia
Kota: Serang
Pertanyaannya : Setiap orang pasti pernah terjebak di antara dua pilihan. Yuk ceritakan satu momen dalam hidupmu ketika kamu terjebak di antara dua pilihan, dan pilihan apa yang kamu ambil?
Jawaban:
Pertanyaan ini bikin aku memutar ulang ingatan apa yg dulu pernah bikin aku terjebak di antara dua pilihan. Sebenernya sih belum pernah ngalamin momen berat, tapi kalo diinget-inget pengalaman aku ini sempet bikin perasaanku campur aduk. Jadi coba aku share deh.
Kejadiannya waktu SMP kelas tiga, long time ago hehe...
Waktu itu setelah ujian kelulusan kita kan disuruh milih sekolah untuk ngelanjutin SMA. Waktu itu tanpa bicara sama orangtua, aku milih sekolah di kota C yg sebenarnya aku gak tau dimana letak sekolah itu, dan aku juga buta banget dengan kota C karena jarang keluar dari daerah tempat tinggalku.
Kalian tahu kenapa aku nekat milih sekolah itu?? Karena mantan pacar aku milih sekolah itu! *tepok jidat.
Kalo dipikir-pikir konyol banget deh. Padahal aku masih sakit hati gara-gara dia, tapi aku malah teteeep aja mau satu sekolah sama dia, aneh banget kan?! Yah karena waktu itu walalupun aku sakit hati, rasa sayang aku sama dia belum bisa hilang, jadi baper deh... *nyengir
Ketika orangtua aku tahu aku pilih sekolah yg jauh dari rumah, mereka gak setuju, dan minta aku untuk ubah pilihan SMA. Sahabat aku dari SD pun yg tadinya milih sekolah di kota C itu bareng aku, merubah pilihannya karena pertimbangan sekolah yg jauh. Setelah aku pikir-pikir lagi akhirnya aku mengikuti permintaan orangtua. Aku memilih mengikuti kata orangtua dari pada mengikuti keinginanku yg konyol (karena masih ingin satu sekolah dengan mantan pacar *tepok jidat). Dan aku bersyukur karenanya. Dengan tidak satu sekolah dengan mantan pacar lagi, aku jadi bisa lebih cepat move on. Dengan mengikuti permintaan orangtua untuk sekolah di tempat yg lebih dekat dengan rumah, aku jadi bisa menghemat uang jajan, dan aku tetap bisa satu sekolah dengan sahabat aku :D
Nama : Ramadhanul Fitri Mardas
BalasHapusAkun twitter : @ramadhan_rae
Kota tinggal : Tangerang
Jawaban :
Saat SD aku pernah menyukai seseorang (sebut aja A), hanya menyukai
ngga lebih. Tapi si A malah menyukai teman dekatku. Aku ngga tau apa
temen dekat aku itu juga suka sama si A atau ngga. Mulanya aku sakit
hati, kesel, marah tapi aku ngga tau mau kesel/marah kesiapa. Ngga ada
yang salah disini. Cuma mungkin aku emang belom beruntung. Disatu sisi
aku udah mulai lupain si A dan tetap berteman dengan teman dekatku
tanpa mengungkit-ngungkit masalah itu lagi.
Tapi disisi lain ada teman ku yang lain (tidak terlalu dekat)
meledekku dan memanas-manasiku dengan mengatakan kalau teman dekatku pagar makan tanaman. Aku mulai terpancing, percikan-percikan sakit itu datang lagi dan aku sedikit jadi pendiam dan menutup diri, termasuk dari teman dekatku itu.
Entah aku bingung, ingin memilih tetap berteman dengan teman dekatku
dan melupakan masalah itu walau sakit resikonya atau menjauh dan tidak
berhubungan lagi dengan teman dekatku itu tanpa teringat-ingat masalah
itu lagi.
Tapi aku berpikir, untuk apa hanya karena cowo itu ngga balik suka
sama aku tapi sukanya sama temen aku, terus aku nyalahin temen aku
sepenuhnya gitu? Itu ngga adil. Perasaan ngga bisa dipaksain bukan?
Itu udah hak alami manusia. So, pilihan aku waktu itu adalah tetap
berteman dengan temanku dan melupakan cowo itu, mengubur dalam-dalam rasa sakit yang aku rasain tanpa melihat kebelakang lagi.
Tapi 3 tahun kemudian, saat SMP, kejadian seperti itu terjadi lagi
dengan cowo yang berbeda tapi teman yang sama. Apa yang aku lakukan?
Tentu saja aku tetap berteman dengan temanku dan melupakan cowo itu
seakan-akan aku amnesia sampai sekarang :'D
Nama : Rizky Mirgawati
BalasHapusTwitter : @RizkyMirgawati
Kota Tinggal : Depok
Jawaban:
Momen ketika kita dihadapkan dengan pilihan-pilihan hidup tentunya sangat membuat bingung dan kadang dilema, aku pun mungkin seperti yang lainnya:
Aku pernah dihadapkan 2 pilihan saat penentuan jurusan kuliah, aku yang memang berasal dari jurusan IPA tentunya ingin sekali mengambil jurusan yang sesuai dengan minatku. Dan diantara pilihanku itu, aku ingin mengambil kuliah dibidang kedokteran atau farmasi. Sayangnya orangtua menginginkan ada salah satu anaknya yang bisa mengambil kuliah jurusan hukum, melanjutkan orangtua yang memang sudah berkecimpung lama di bidang itu.
Akhirnya, setelah kompromi dengan orangtua, aku memutuskan untuk mengikuti SPMB, seleksi masuk PTN dengan mengambil pilihan IPC, itu berarti aku bisa mengambil pilihan kuliah jurusan alam maupun sosial. Ternyata Tuhan dan semesta seakan mendukung, aku akhirnya diterima di jurusan Hukum di sebuah PTN, aku pun akhirnya setuju untuk kuliah itu.
Awalnya memang benar-benar berbeda, karena aku yang terbiasa dengan semua ilmu alam, hitung menghitung, logika dihadapkan dengan jurusan yang membutuhkan analisis yang tinggi dan hafalan yang kuat. Alhamdulilah, perlahan-lahan aku pun jatuh cinta dengan hukum, mungkin karena restu dan doa orangtua juga. Karena jurusan hukum pula, aku sekarang bisa bekerja dan diterima sebagai seorang abdi negara, dan tetap bidang pekerjaanku tidak jauh-jauh dari Hukum.^^
Terima kasih GAnya dek^^ Wish me luck :)
Nama: Thia Amelia
BalasHapusAkun: @Thia1498
Kota tinggal: Bogor
Setiap orang pasti pernah terjebak di antara dua pilihan. Yuk ceritakan satu momen dalam hidupmu ketika kamu terjebak di antara dua pilihan, dan pilihan apa yang kamu ambil?
Terjebak diantara dua pilihan? Iya, itu pernah aku rasain. Waktu itu adalah ketika aku harus memilih antara memilih sekolah sambil pesantren, atau memilih sekolah biasa. Keluarga ku membebaskan aku memilih, dan disitulah letak bingungnya karena tidak ada yang mau membantu. Aku disuruh mencari tau sendiri, melihat ke internet dan bertanya-tanya pada orang lain. Ketika yang lain sibuk mendaftar, aku masih berkutat dengan internet mencari solusi yang bagus untuk melanjutkan sekolah. Aku ingin sekolah yang sekolahnya disertai pesantren, agar ketika keluar nanti tidak hanya ilmu tentang social atau alam yang aku dapat, tapi juga tentang akhirat. Tapi disamping itu aku juga ingin hanya sekolah biasa, yang memfokuskan pada dunia, karena aku berfikir, bahwa ilmu akhirat bisa aku dapatkan dari siapapun dan kapanpun. Memilih kedua nya sangat membingungkan karena mereka bersangkutan dengan masa depan. Akhirnya dengan observasi panjang aku memilih untuk hanya sekolah biasa, karena seperti yang diucapkan tadi, ilmu akhirat insyaallah bisa aku dapatkan kapanpun dan dimanapun. Dan Alhamdulillah nya itu rumah disampingku membuka pengajian khusus remaja. Allah memudahkan hambanya jika mau berusaha, dan insyaallah saya akan berusaha lebih keras.
Nama : Rany Dwi Tanti
BalasHapusTwitter : @Rany_Dwi004
Kota : Tulungagung
Setiap orang pasti pernah terjebak di antara dua pilihan. Yuk ceritakan satu momen dalam hidupmu ketika terjebak di antara dua pilihan, dan pilihan apa yang kamu ambil?
Pernah. Tepatnya 4 tahun yang lalu. Aku dan sahabatku waktu itu udah berencana untuk backpacker-an bareng-bareng ke Gunung Bromo. Mulai dari rencana bakal naik apa kesana, ngunjungin wisata apa aja, nginep dimana. Tapi seminggu sebelum hari H, sahabatku jatuh sakit dan rencana itu batal. Aku sebenarnya nggak marah kalau memang rencana untuk merayakan persahabatan kami yang udah sangat langgeng itu gagal.
Tapi dia berulang kali minta maaf. Padahal aku udah bilang kalau ini bukan salah dia. Aku bahkan janji kalau dia udah sembuh benar, kita bakal ngelaksanain rencana itu lagi. Tapi satu hari sebelum hari H yang teramcam gagal itu, di rumah sakit dengan wajah yang pucat sampai aku nggak tega liatnya, dia bilang gini : Kita tetep harus buat rencana besar itu terwujud. Kalo aku nggak bisa pergi, kamu yang harus pergi, demi aku. Kita bisa video call, jadi aku tetep ngerasa bakalan disana. Kamu janji bakal pergi kan, besok. Sebenarnya itu adalah pilihan yang sulit. Pertama aku pengen terus berada disisinya, menemaninya disaat dia membutuhkan. Kedua mengabulkan permintaannya untuk pergi backpacker sendiri yang artinya saya harus berpisah dengannya. Aku mau nangis waktu itu, dan aku mengiyakannya.
Setidaknya aku ingin ngelakuin sesuatu hal buat orang yang berarti di hidupku. Buat orang yang kucintai. Jadilah keesokan harinya setelah pamitan sama dia, aku berangkat. Tapi kita nggak tahu kan apa yang Tuhan rencanakan. Dan kejutan itu datang setelahnya. Karena aku berencana naik bus, jadi aku pergi ke terminal. Ponselku berbunyi waktu aku mau naik bus. Telepon dari sahabatku, waktu kuangkat, yup bisa ketebak apa yang bakalan aku dengar kan?
Sebuah berita buruk yang bahkan nggak mau di dengar siapapun, termasuk aku. Sahabatku meninggal. Meninggalkan aku. Meninggalkan semua kenangan yang pernah kami buat. Aku nangis kayak orang gila disana, nggak peduli sama tatapan heran orang-orang. Yang ada dibenakku waktu itu cuma angkat kaki dari sana buat ketemu sahabatku. Aku marah, kecewa, sedih sama diriku sendiri. Kenapa saat dia nggak ada, aku juga nggak ada disisinya buat nemenin dia. Bodohnya aku waktu itu. Padahal aku pengen banget memperlihatkan indahnya pemandangan Gunung Bromo walaupun hanya lewat video call sekalipun, setidaknya aku ingin buat dia tersenyum meskipun untuk terakhir kalinya. Tapi itu nggak akan terpenuhi karena dia terlanjur pergi untuk melihat surga.
Nama: Eni Lestari
BalasHapusTwitter: @dust_pain
Kota: Malang
"Setiap orang pasti pernah terjebak di antara dua pilihan. Yuk ceritakan satu momen dalam hidupmu ketika kamu terjebak di antara dua pilihan, dan pilihan apa yang kamu ambil?"
Jawaban:
aku pernah terjebak pilihan antara menerima atau menolak laki2 yang ingin menikahiku. jujur saja, itu pertama kalinya ada laki2 yang ingin aku jadi istrinya. apalagi diam2 aku juga suka padanya. karena itulah ketika dia berkata ingin menjadikanku pendamping hidupnya, rasanya hatiku berbunga2. bukan hanya itu saja. dia juga bilang bisa membuatku pergi ke Jepang, negara impianku selama ini. aku makin terlena dengan apa yang ditawarkan padaku. rasanya seperti mimpi, karena selama aku tidak pernah beruntung dalam hal percintaan. cintaku selalu bertepuk sebelah tangan. gara2 ucapannya, aku jadi berpikir apa ini waktunya bagiku untuk berbahagia dengan laki2 yang menyukaiku? apalagi teman2ku juga kebanyakan sudah menikah dengan pasangan masing2. hanya saja terselip keraguan dalam hatiku mengenai dia. entah kenapa aku merasa ucapannya itu cuma sekadar kata2 manis, tanpa tindakan nyata. cuma sesuatu yang dikatakan agar aku luluh dan mau menerima kehadirannya. nyatanya, meski dia berkeinginan untuk menikah, dia enggan datang ke rumahku. ada saja alasannya. aku jadi berpikir, bukankah kalau punya niat baik meminangku, harusnya dia menemui orang tuaku dan bersilaturahmi? bahkan ketika Hari Raya Idul Fitri pun, dia tidak ada keinginan untuk bertandang ke rumahku. akhirnya, setelah berpikir masak2, aku memutuskan untuk tidak menggubris segala perhatiannya. meski aku menyimpan perasaan padanya, lebih baik aku mengakhiri hubungan kami, karena aku tahu apa yang diucapkannya itu tidak serius. walau demikian, diam2 aku berharap suatu hari nanti dia membuktikan ucapannya ingin menikahiku. kalau hal itu terjadi, aku pasti akan menerimanya kalau dia datang ke rumah dan melamarku pada orang tuaku. sayangnya, hal itu tidak pernah menjadi kenyataan sampai sekarang. dia sudah punya orang lain di sisinya. ya, dia sudah punya pacar. setelah berbulan2 tidak menghubungiku, sudah ada penggantiku yang kalau dilihat sekilas memiliki karakteristik sepertiku. sungguh, aku terkejut. aku tidak menyangka ternyata dia seperti itu. apalagi aku sempat membaca komentar mereka di FB dia menjanjikan masa depan dengan pacarnya yang sekarang. sama seperti yang dilakukannya dulu. jujur, aku ingin tertawa melihatnya. kini aku tahu cinta yang ditawarkannya dulu tidak tulus. cintanya padaku punya masa berlaku. cintanya sudah pudar, sudah kadaluarsa. lalu, aku tersadar mungkin dulu aku cuma selingan baginya, karena ya... dulu aku masuk ke kehidupannya ketika dia ada masalah dengan mantannya. setelah aku berpikir jernih sekarang aku bersyukur sudah menolaknya. karena aku tahu ketika laki2 benar2 serius dengan gadis yang dicintainya, dia akan menghargai si gadis, memperjuangkannya, dan 'memintanya' pada walinya. bukan cuma berucap manis di bibir tanpa disertai dengan tindakan :)
Nama: Anis Antika
HapusTwitter: @AntikaAnis
Kota tinggal: Surabaya
Pernah dihadapkan pada dua pilihan antara pasangan sama kerjaan. Iya, mantanku itu norak emang. Kelakuannya kayak ABG labil.
Jadi ceritanya kantor waktu itu lagi ada pameran di mall. Dan aku harus ada di sana dari mall buka sampai mall tutup. Alhasil, telepon dari siapa pun kecuali bos, aku abaikan. Eh, dianya ngamuk. Katanya aku lebih milih kerjaan daripada dia. Aku jawab saja, "Memang iya".
Aku, sih, orangnya realistis. Memangnya kalau aku nggak kerja dia mau kasih aku uang buat biaya hidup yang bejibun itu apa? Baru pacaran aja kayak begitu. Apalagi kalau nikah.
Lalu sejak itu hubungan kami merenggang dan akhirnya selesai. Nggak nyesel sama sekali ngelepas dia. Karena aku nggak mau buang-buang waktu cuma buat orang nggak pengertian begitu.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusSaya ingin berbagi kesaksian saya dan kebahagiaan dengan Anda semua di situs ini, tahun lalu suami saya meninggalkan saya untuk wanita lain di tempat kerja dan ia meninggalkan saya dan saya 2kids, semuanya adalah begitu sulit bagi saya karena saya mencintai-Nya yang begitu banyak, jadi saya melihat kesaksian besar Mutaba ia telah membantu wanita di sana suami kembali jadi saya menghubungi kepadanya dan dia membantu saya untuk melemparkan mantra kembali untuk saya suami dan dalam 2 hari suami saya meninggalkan wanita lain dan dia datang kembali untuk saya dengan begitu banyak cinta dan kepedulian. Aku tidak akan pernah melupakan ini bantuan yang besar Mutaba memberikan kepada saya dan saya children.if Anda di sini Anda perlu membantu untuk mendapatkan kembali kekasih Anda bisa menghubungi dia melalui email ini greatmutaba@yahoo.com saya bangga berada di kesaksiannya
BalasHapus