Jumat, 05 September 2014

KUIS BEST RIVAL - Lia

Hampir setengah jam berlalu sejak bel bubaran sekolah berbunyi. Frekuensi munculnya murid-murid berseragam putih merah sudah mulai berkurang, hanya menyisakan satu dua. Lalu, kemana adikku ? Aku belum menemukannya berlari lincah ke arahku. Ini bukan kali pertama aku menjemputnya, ngga mungkin dia ngga melihatku kan? Aku berdiri di bawah pohon rindang, tempat terstrategis untuk dilihat.

Aku memutuskan menghampiri kelasnya, 2 A. Sesampainya di kelas, aku melihat seorang guru sedang mengusap-usap kepala seorang gadis kecil dengan lembut; keibuan. Aku tersenyum. Eh, tapi tunggu! Itu adikku?
“Lia..” panggilku dari depan pintu kelas. Serentak mereka menoleh ke arahku. Lalu adikku langsung berlari menghampiri dan memelukku, dengan isakan tangis yang tersisa dan hidung yang memerah. Ibu guru yang keibuan itu juga berjalan menghampiri kami.
“Lia sedih. Nilai ulangannya tidak sempurna hari ini. Tapi ada anak baru yang mendapat nilai sempurna”  kata Ibu Guru.
“Memang Lia dapat nilai berapa bu?” tanyaku.
“Delapan” ujarnya sambil tersenyum.

Aku menggigit bibir. Ini siapa sih yang ngajarin dia perfeksionis begini? Perasaan dulu aku dapat nilai delapan aja ngga nyampe nangis begini. Ampun deh.

“Lia kita pulang sekarang ya?” Yang ditanya hanya mengangguk lemah. “Bu, saya pamit dulu ya. Terima kasih” Aku memberi kode agar lia melepaskan pelukannya. Ngga mungkin dia meluk aku sampai parkiran kan?
“Oh iya iya. Hati-hati”
“Permisi” aku berjalan sambil menggandeng tangan Lia.

***

“Itu namanya Rival” kataku saat kami sudah berada di dalam mobil. Lia masih merenggut, enggan menanggapi sepertinya, tapi dugaanku salah.
“Namanya Redo Ka, bukan Rival”
“Rival itu artinya saingan Lia, bukan nama orang” Aku mengendarai mobil dengan kecepatan sedang.
“Rival? Saingan?” tanyanya polos.
“Iya, seseorang yang berusaha mencapai apa yang kamu capai. Mencapai yang lebih baik dari yang Lia capai”
“Aku ngga mau punya Rival ka. Aku mau selalu menjadi yang paling pintar di kelas”

Lia ini anak kelas dua sekolah dasar kan? Kalau pikirannya kaya begitu, wajar ngga sih? Aku menggaruk kepala yang tak gatal.

“Kalau Lia ngga punya Rival, Lia bakal jadi anak yang sombong. Selalu merasa menang karena ngga ada yang ngalahin. Lia mau jadi anak sombong dan ngga punya teman?” Lia menggeleng.
“Kalau Lia punya saingan, Lia akan berusaha merebut lagi apa yang saingan Lia udah rebut kan? Lia akan berusaha dengan belajar lebih giat, Insya Allah jadi lebih menghargai apa yang Lia sudah dapatkan. Ngga jadi anak sombong deh” Aku menjawil hidungnya. Ia tertawa.
“Karena yang terbaik ngga selamanya jadi terbaik ya ka?” Kali ini aku mengangguk.

1 komentar:

  1. Blogwalking clothing :)-------------------> pammadistro.blogspot.com

    BalasHapus